Maafkan aku Adrian. Aku suka berpikir yang aneh-aneh tentang
kamu. Aku suka mikirin hal yang buruk ke kamu. Maaf Adrian…
***
Hari ini aku pulang naik angkutan umum. Dengan rasa khawatir dan penasaran dengan Adrian. Hari ini aku berencana untuk datang ke studio musik Adrian. Tempat biasa dia lari dari rumah kalau lagi ada masalah. Semoga aku bisa ketemu Adrian disana.
Jalan Cemara Nomor 19,Komplek Grand Asri. Iya. Seingat aku, ini alamat studionya. Tetapi, studionya sunyi. Enggak seperti biasanya. Namun ku beranikan diri untuk coba mendatangi studionya. Ku coba mengetuk pintunya beberapa kali. Tetap tidak ada jawab. Sampai tiba-tiba ada seorang ibu-ibu lewat dan mengagetkanku.
“kamu cari siapa dek?”
“oh… ini bu. Saya lagi cari pemilik studio musik ini..”dengan lidah kelu dan terbata-bata aku menanggapi ibu itu.
“studio itu beberapa hari ini sepi dek. Emang enggak ada yang datang. Enggak tau kemana”
Ya tuhan… Adrian kemana?
“terima kasih ya bu..”ibu itu pun berlalu meninggalkanku sendiri di depan studio.
Pikiranku terasa buntu dan kalut. Rasa bersalahku pada Adrian semakin besar. Aku takut Adrian seperti yang ada di cerita-cerita yang ada diinternet. Dia meninggal karena dicueki. Enggak. Enggak mungkin. Zira… kenapa jadi bodoh gini sih? Dangkal banget sampai mikir begitu.
Akhirnya aku memilih untuk pulang. Karena sekarang arloji ku telah menunjukan pukul 18:30. Takut mama khawatir seandainya hari ini mama yang pulang terlebih dahulu dari aku. Dan aku enggak ingin buat mama jadi khawatir.
19:20. Aku tiba dirumah. Ternyata belum ada siapa pun. Untunglah hari ini aku tidak lupa membawa kunci cadangan. Disaat aku mencoba membuka pintu, tanpa sengaja aku tersandung sebuah kotak dan sebuah bucket bunga. Aku melihat kesekitarku sebelum mencoba memeriksa kotak dan bunga yang baru saja ku tendang. Aku mengambilnya lalu dengan cepat membuka pintu dan langsung mengunci pintunya dari dalam. Khawatir bila ada yang memperhatikanku.
Ku letakkan bunga dan kotak itu diatas tempat tidur. Ku tinggalkan untuk mandi. Setelah selesai mandi. Tiba-tiba aku mendengar handphone ku berdering. Cepat langsung ku raih, dalam hati berharap itu adalah Adrian. Saat ku lihat, ternyata panggilan tidak diketahui. Dengan rasa khawatir yang semakin menggebu, ku coba untuk menggangkat panggilan itu.
“hallo, selamat malam”
“halo. Apakah saya sedang berbicara dengan Fazira Nazalwa?”
“iya… ini siapa ya?”
“saya sekarang sedang di depan rumah anda. Bisa kamu buka kan saya pintu?”
“tapi kamu siapa? Aku enggak akan mungkin bukain pintu rumah untuk sembarang orang”
“kamu pilih buka, atau aku dobrak?”
“dobrak aja kalau kamu berani”
“aku bersama orang tuamu” “hah… mama…”aku mendengar suara mama menjerit. “iya.. aku bakalan buka pintunya. Tapi tolong jangan apa-apain mama aku.” “cepat…”
Komentar
Posting Komentar